Sabtu, 28 September 2019

ASAL MULA NAMA MANDAILING BAGIAN 3


ASAL MULA NAMA MANDAILING
BAGIAN 3

Tonggo-tonggo Siboru Deakparujar

Palulah gendang dari Empu kita. Tuan Humara-Humari Si Humara Perempuan, per-aji tambah tua, per-aji ramu-ramuan; suami dari Empu kita Sibaso Nabolon, yang bergantung pada tali siubar, yang hinggap di mombang boru. Dari tanah lembah, tanah kelabu sejati, dari tanah padang bakil mandailing, tanah yang termasyur, bagaikan suara yang merdu, perpisahan daripada tanah, pertemuan daripada air : dari situlang tangga jalan ke atas, perturunan daripada empu kita : Debata Na Tiga, Nan Tiga Segi, nan Empat Kerajaan, ke benua tengah ini. Disitulah bertamasya Empu kita Siboru Deakparujar, yang banyak cerdik yang banyak akal :

1.      Yang mengamanatkan tidak boleh makan sumpah, tidak boleh mengingkari ikrar.
2.      Asal mula                             :  Keperkasaan
3.      Asal mula                             :  Sahala
4.      Asal mula                             :  Kerajaan
5.      Asal mula                             :  Gantang pengukuran, dacing kebenaran
6.      Asal mula                             :  Batu-asahan satu seikat
7.      Asal mula                             :  Bajak bagai pembelah tali
8.      Dari situlah asal mula          : Penerimaan beli atas perkawinan anak perempuan dan pembayaran jujuran bagi perkawinan anak laki-laki.
9.      Asal mula                             :  Nama besan yang tak boleh disebut
10.  Hal itu telah diwakilkan       :  Pada kuda-kuda rumah batak asli, dipacakkar dibatu berani dan di kuping kuda Dewata

Berdasarkan tongga-tongga (doa) tersebut, jelaslah bahwa sejak dari zaman dahulu kala sejak adanya tokoh mitologi Siboru Deakparujar, orang Toba (Batak) telah mengakui kemasyuran tanah Mandailing, bahkan lebih penting lagi dari pada itu, tongga-tongga Siboru Deakparujar dengan jelas menyebutkan pula bahwa tanah Mandailing merupakan tempat tangga jalan ke atas (Kayangan), dan menjadi tempat turun Dewa ( Debata, Nan Tiga) Nan Tiga Segi, Nan Empat Kerajaan, ke benua tengah (bumi) ini.

Dalam usahanya menempa bumi, Siboru Deakparujar mendapat gangguan dari Naga Padoha (Raja Padoha), tetapi akhirnya dia berhasil menyelesaikan tugasnya itu. Kemudian mula jadi Nablon menitahkan Siraja Odap-odap turun ke bumi untuk menjadi suami Siboru Deakparujar. Dari perkawinan Siboru Deakparujar dengan Siraja Odap-Odap, lahirlah seorang putera yang bernama Siraja Ihat Manusia, dan seorang puteri yang bernama Siboru Ihat Manusia. Kedua manusia tersebut kawin dan kemudian mendapat tiga orang putera. Masing-masing bernama Siraja Miok-Miok. Patundal Nabegu dan Siraja Lapas-Lapas. Dari keturunan Siraja Miok-Miok kemudian hari lahirlah Siraja Batak yang dipandang sebagai nenek moyang orang batak.

Menurut ulasan dari seorang tokoh sejarahwan Z. Pangaduan Lubis, dosen pada Fakultas Sastra USU Medan dalam bukunya “Kisah Asal-Usul Marga di Mandailing”. (tahun 1986 hal. 4-6), menyatakan selanjutnya bahwa di dalam Tongga-tongga tersebut terdapat kata-kata : Disitulah (di Tanah Mandailing) bertamasya Siboru Deakparujar. Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa kemungkinan sekali justru di tanah Mandailing itu pulalah Siboru Deakparujar turun dari kayangan. Sebab Tongga-tongganya menyebutkan “dari situlah (dari tanah Mandailing) tangga jalan ke atas” (kayangan). Oleh karena itu, tidak tertutup pula kemungkinan bahwa di tanah Mandailing pulalah Siboru Deakparujar kawin dengan Siraja Odap-Odap. Selanjutnya keturunan mereka lahir dan berkembang di tempat tersebut. Kemudian dapat dikemukakan hipotesis, bahwa setelah keturunan Siboru Deakparujar dan SIraja Odap-Odap berkembang ditanah Mandailing, generasi selanjutnya dari keturunan mereka, seperti misalnya Siraja Batak (keturunan generasi ke empat dari Siraja Miok-Miok, atau generasi ke empat dari keturunan Siboru Deakparujar dan Siraja Odap-Odap) pindah ke tempat dari keturunan tanah Mandailing dan pergi ke tanah Toba.

Kemudian ditempat itu ia berkembang. Dengan kata lain, berdasarkan penafsiran terhadap Tongga-Tongga Siboru Deakparujar, nenek moyang Siraja Batak, mulai dari Siboru Deakparujar dan Siraja Odap-Odap sampai kepada Guru Tantan Debata, yaitu ayah dari Siraja Batak bertempat tinggal di tanah Mandailing, dan Siraja Batak sendiri, setelah besar kemudian meninggalkan tempat tersebut, dan pergi ketempat lain (tanah Toba). Demikianlah hipotesis yang dapat ditarik dari penafsiran atas motologi Siboru Deakparujar dan Tongga-Tongga seperti yang telah diuraikan diatas.

Sebagai mana yang telah dikemukakan terdahulu dalam tulisan ini nama Mandailing sudah disebut di dalam Kitab Nagarakertagama pada pertengahan abad ke XIV dan yang terdapat didalam Tongga-Tongga Siboru Deakparujar, kapan terciptanya atau diciptakan Tongga-Tongga Siboru  Deakparujar ini Batara Sangti sebagai pengarang buku tersebut tidak menjelaskannya. Namun demikian diduga tentu sesudah kelahiran Siraja Batak (1305 M) yakni sekitar abad ke XIV juga, dimana mungkin hampir bersamaan pula waktunya dengan pencatatan yang dilakukan oleh Prapana sebagai mana yang terdapat di dalam kitabnya Negarakertagama tersebut diatas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar