ASAL MULA NAMA MANDAILING
BAGIAN 3
Tonggo-tonggo
Siboru Deakparujar
Palulah
gendang dari Empu kita. Tuan Humara-Humari Si Humara Perempuan, per-aji tambah
tua, per-aji ramu-ramuan; suami dari Empu kita Sibaso Nabolon, yang bergantung
pada tali siubar, yang hinggap di mombang boru. Dari tanah lembah, tanah kelabu
sejati, dari tanah padang bakil mandailing, tanah yang termasyur, bagaikan
suara yang merdu, perpisahan daripada tanah, pertemuan daripada air : dari
situlang tangga jalan ke atas, perturunan daripada empu kita : Debata Na Tiga,
Nan Tiga Segi, nan Empat Kerajaan, ke benua tengah ini. Disitulah bertamasya
Empu kita Siboru Deakparujar, yang banyak cerdik yang banyak akal :
1.
Yang mengamanatkan tidak boleh makan sumpah, tidak boleh mengingkari
ikrar.
2. Asal mula : Keperkasaan
3. Asal mula : Sahala
4. Asal mula : Kerajaan
5. Asal mula : Gantang pengukuran, dacing kebenaran
6. Asal mula : Batu-asahan satu seikat
7. Asal mula : Bajak bagai pembelah tali
8. Dari situlah asal mula : Penerimaan beli atas perkawinan anak
perempuan dan pembayaran jujuran bagi perkawinan anak laki-laki.
9. Asal mula : Nama besan yang tak boleh disebut
10. Hal itu telah diwakilkan :
Pada kuda-kuda rumah batak asli, dipacakkar dibatu berani dan di kuping
kuda Dewata
Berdasarkan tongga-tongga
(doa) tersebut, jelaslah bahwa sejak dari zaman dahulu kala sejak adanya tokoh
mitologi Siboru Deakparujar, orang Toba (Batak) telah mengakui kemasyuran tanah
Mandailing, bahkan lebih penting lagi dari pada itu, tongga-tongga Siboru
Deakparujar dengan jelas menyebutkan pula bahwa tanah Mandailing merupakan
tempat tangga jalan ke atas (Kayangan), dan menjadi tempat turun Dewa ( Debata,
Nan Tiga) Nan Tiga Segi, Nan Empat Kerajaan, ke benua tengah (bumi) ini.
Dalam usahanya menempa bumi,
Siboru Deakparujar mendapat gangguan dari Naga Padoha (Raja Padoha), tetapi
akhirnya dia berhasil menyelesaikan tugasnya itu. Kemudian mula jadi Nablon
menitahkan Siraja Odap-odap turun ke bumi untuk menjadi suami Siboru
Deakparujar. Dari perkawinan Siboru Deakparujar dengan Siraja Odap-Odap,
lahirlah seorang putera yang bernama Siraja Ihat Manusia, dan seorang puteri
yang bernama Siboru Ihat Manusia. Kedua manusia tersebut kawin dan kemudian
mendapat tiga orang putera. Masing-masing bernama Siraja Miok-Miok. Patundal
Nabegu dan Siraja Lapas-Lapas. Dari keturunan Siraja Miok-Miok kemudian hari
lahirlah Siraja Batak yang dipandang sebagai nenek moyang orang batak.
Menurut ulasan dari seorang
tokoh sejarahwan Z. Pangaduan Lubis, dosen pada Fakultas Sastra USU Medan dalam
bukunya “Kisah Asal-Usul Marga di Mandailing”. (tahun 1986 hal. 4-6),
menyatakan selanjutnya bahwa di dalam Tongga-tongga tersebut terdapat kata-kata
: Disitulah (di Tanah Mandailing) bertamasya Siboru Deakparujar. Dengan demikian
dapat ditafsirkan bahwa kemungkinan sekali justru di tanah Mandailing itu
pulalah Siboru Deakparujar turun dari kayangan. Sebab Tongga-tongganya
menyebutkan “dari situlah (dari tanah Mandailing) tangga jalan ke atas”
(kayangan). Oleh karena itu, tidak tertutup pula kemungkinan bahwa di tanah
Mandailing pulalah Siboru Deakparujar kawin dengan Siraja Odap-Odap.
Selanjutnya keturunan mereka lahir dan berkembang di tempat tersebut. Kemudian
dapat dikemukakan hipotesis, bahwa setelah keturunan Siboru Deakparujar dan
SIraja Odap-Odap berkembang ditanah Mandailing, generasi selanjutnya dari
keturunan mereka, seperti misalnya Siraja Batak (keturunan generasi ke empat
dari Siraja Miok-Miok, atau generasi ke empat dari keturunan Siboru Deakparujar
dan Siraja Odap-Odap) pindah ke tempat dari keturunan tanah Mandailing dan
pergi ke tanah Toba.
Kemudian ditempat itu ia
berkembang. Dengan kata lain, berdasarkan penafsiran terhadap Tongga-Tongga
Siboru Deakparujar, nenek moyang Siraja Batak, mulai dari Siboru Deakparujar
dan Siraja Odap-Odap sampai kepada Guru Tantan Debata, yaitu ayah dari Siraja
Batak bertempat tinggal di tanah Mandailing, dan Siraja Batak sendiri, setelah
besar kemudian meninggalkan tempat tersebut, dan pergi ketempat lain (tanah
Toba). Demikianlah hipotesis yang dapat ditarik dari penafsiran atas motologi
Siboru Deakparujar dan Tongga-Tongga seperti yang telah diuraikan diatas.
Sebagai mana yang telah
dikemukakan terdahulu dalam tulisan ini nama Mandailing sudah disebut di dalam
Kitab Nagarakertagama pada pertengahan abad ke XIV dan yang terdapat didalam
Tongga-Tongga Siboru Deakparujar, kapan terciptanya atau diciptakan
Tongga-Tongga Siboru Deakparujar ini
Batara Sangti sebagai pengarang buku tersebut tidak menjelaskannya. Namun demikian
diduga tentu sesudah kelahiran Siraja Batak (1305 M) yakni sekitar abad ke XIV
juga, dimana mungkin hampir bersamaan pula waktunya dengan pencatatan yang
dilakukan oleh Prapana sebagai mana yang terdapat di dalam kitabnya Negarakertagama
tersebut diatas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar