ASAL MULA NAMA MANDAILING
Di
dalam sumpah “Palapa” Gajah Mada pada syair ke 13 Negarakertagama hasil karya
Prapanca yang mermasyur itu nama Mandailing sudah tercantum dengan mencatat
ekspansi Majapahit sekitar tahu 1287 Caka (1365 M) kebeberapa wilayah di luar
pulau jawa.
Sebagai
mana dikatakan oleh H. Mhd. Said, seorag sejarahwan yang berkecimpung dalam
duia kejurnalistikan pada sebuah hariaya bernama “Waspada” terbitan pagi di
Medan semenjak dari tahu 1947. Untuk bagian Sumatera misalnya salah satu
diantaranya disebut Mandailing. Kakawi terebut dalam tulisan tangan ditemukan
di Puri Cakranegara Lombok, diterbitkan dengan cetakan dalam bahasa dan huruf
aslinya pertama kali di tahun 1902 oleh sarjana Belanda Dr. J. Brandes dengan
judul bukunya “ Negarakertagama. Loftdicht van Prapanca op Koning
Radjasanagara, Hajam Wuruk, van Majapahit.
Selanjutnya
H. Mhd. Said menambahkan dari studi Brandes, juga sarjana H. Kern, yang
kemudian dapat dibaca dalam buku Muhammad Yamin SH berjudul “Gajah Mada” dalam
huruf Latin bahasa Kawi dapat dikutip sebagian sebagai berikut :
Lwir ning nusa pronuso
pramuka sakahawat ksoniri malayu/ning Jambi, mwang Palembang karitang I Teba
len Dharmmacraya tumut/Kandis Kahwas Manangkabwa ri Siyak I Rekan Kampar mwang I
pane/ Kampe Harw athawe Mandahiling I Tamiham Parllak mwang I Barat//
sebagai
mana terlihat pada teks tersebut ekspansi pasukan majapahit ke Melayu di
Sumatera merata sejak Jambi, Palembag, Muara Tebo, Darmasraya, Minangkabau,
Siak, Rokan, Kampar, Panai, Pulau Kampar, Haru, Mandahiling atau jelasnya
Mandailing. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa nama Mandailing
telah terlukis indah pada syair ke-13 Negarakertagamanya Prapanca yang agung
seperti tersebut diatas. Diduga wilayah Mandailing ini pada zaman itu telah
mempunyai masyarakat yang homogen, yaitu masyarakat yang tumbuh dan terhimpun
dalam satu ketatanegaraan kerajaan dengan kebudayaannya yang sudah tinggi pada
zaman dahulu kala. Terbukti dari ekpansi pasukan kerajaan Majapahit tersebut
pada sekitar tahun 1287 Caka (1365 M), dimana salah satu dari syairnya disebut
nama Mandailing. Dengan demikian bila dianalisa lebih dalam nama Mandailing di
Nisantara ini benar hanyalah yang berlokasi di Tapanuli Selatan Sumatera Utara
saja.
Sebenarnya
bukan hanya itu saja jauh sebelum atau berabad-abad sebelum zaman Prapanca
tersebut di atas di daerah Mandailing telah tumbuh masyarakat yang berbudaya
tinggi. Hal ini dapat diyakini pula dari catatan sejarah atas serangan Rajendra
Cola dari India pada tahun 1023 Masehi atau abad ke-XI M ke kerajaan Panai. Dimana
dikatakan bahwa kerajaan panai tersebut berlokasi di bagian hulu sengai
Barumun, atau di sepanjang aliran sungai Batang Pane mulai dari Binanga
(pertemuan sungai Barumun dengan sungai Batang Pane) termauk daerah Portibi di
Gunung Tua sehingga sampai ke lembah pegunungan Sibualbuali di daerah Sipirok. Ditandai
pula dengan adanya anggota masyarakat yang bermarga “Pane” di daerah Sipirok, Angkola
dan Mandailing. Salah satu permukiman tua marga Pane ini terdapat di Pakantan
wilayah kerajaan kerajaan marga Lubis Singasoro pada zaman dahulu bernama “Hutalobu
Pane”.
Diduga
sebagian kelompok marga Pane ini adalah yang bermigrasi dari sepanjang aliran
sungai Batang Pane tersebut, atau dari daerah Sipirok dan Angkola atas desakan
dari serangan pasukan Rajendra Cola tersebut di atas. Seiring dengan cerita ini
H. Mhd. Said melanjurka dalam bukunya “Sutan Kumala Bulan” (hal. 10) dan
dikutip seperlunya sebagai berikut :
Diperhatikan dari adanya
bangunan bersejarah terdiri dari biara-biara tua di Tapanuli Selatan, khususnya
Padang Lawas, dapat diyakini bahwa pertumbuhan masyarakat yang berbudaya di
wilayah itu masih berabad-abad lebih tua dari zaman Prapanca. Serangan Rajendra
Cola dari India tahun 1023-24 M, antara lain ke Panai misalnya, menunjukkan
perluya suatu ekspedisi militer untuk menaklukkan kerajaan tersebut. Panai diperkirakan
lokasinya di hulu sungai Barumun, ditandai dengan adanya nama Batang Pane dan
anggota masyarakat yang bermarga Pane di Angkola Sipirok.
Sumber : Buku "Sejarah Marga-Marga", Oleh Prof.
Dr. HARUN RASYID LUBIS (Seorang Guru Besar di Universitas Sumatera Utara)
BERSAMBUNG ……..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar