Kamis, 09 Mei 2019

NAMORA PANDE BOSI (SILANGKITANG & SIBAITANG) BAGIAN 4


NAMORA PANDE BOSI
(SILANGKITANG & SIBAITANG)
BAGIAN 4


Bersamaan dengan upacara tersebut di atas juga Namora Raya sebagai “Kahanggi” dari Sutan Pulungan, diresmikan pulalah perkawinannya dengan adik perempuan dari Datu Janggut Parpayung Aji (yang menurunkan marga Rangkuti), oleh sebab itulah mulai dari saat itu marga Rangkuti menjadi “Mora” pertama dari marga Lubis, dan sebaliknya marga Lubis adalah menjadi “Anak Boru pertama dari marga Rangkuti. Dengan demikian dimana yang tadinya kelompok Datu Janggut Marpayung Aji yang terkenal dengan “orang-orang yang ditakuti” oleh karena kehebatan dari ilmu-ilmu mistiknya, dengan perkawinan menurut adat-istiadat “Markoum Marsisolkot” maka hapuslah semua permusuhan dan pertikaian di antara mereka, kemudian berganti dengan parkaum kerabatan yang saling mengasihi dan bantu membantu. Dan dengan upacara perkawinan yang bersejarah ini lengkaplah pemakaian adat-istiadat “Markoum Marsisolkot” yang baru diresmikan oleh seluruh raja-raja Mandailing.

Bila diamati dengan seksama keagungan dari adat-stiadat Mandailing yang bernama adat “Markoum Marsisolkot”, ialah karena dapat dijadikan sebagai alat “pemeratu” di Mandailing. Oleh karena tiga kelompok (marga) sekaligus dapat mengkat ataupun terikat oleh tali hubungan parkaum kerabatan. Dan dengan terjadinya hubungan perkawinan di dalam lapisan masyarakat maka akan terjadi pulalah hubungan atau ikatan tali parkaum-kerabatan di antara lapisan masyarakat tersebut, sehingga dengan sendirinya akan terjadi pulalah hubungan yang manis yang saling hormat menghormati dan bantu membantu (gotong royong) diantara setiap individu, oleh karena terikat dengan peraturan-peraturan yang telah digariskan oleh adat-istiadat Mandailing “ Markoum Marsisolkot” itu sendiri.

Untuk menceritakan asal-usul marga-marga orang Mandailing yang asli mempunyai keunikan tersendiri oleh karena akibat keterkaitannya antara marga yang satu dengan marga lainnya. Hal ini disebabkan oleh dilemma perkaum-kerabatannya yang menarik dan dapat menjangkau kesetiap marga-marga yang terdapat di daerah itu. Bahkan lebih jauh lagi dimana pola mekanisme kehidupan masyarakatnya yang bergerak hidup dan dapat menjangkau kesetiap individu masyarakat di Mandailing. Oleh karena posisi fungsional setiap individu dalam menjalankan adat-istiadatnya yang bersifat tentatif dalam pengertian bahwa posisi seseorang dalam pemeran adat akan dapat bertukar ditempati oleh orang lain, misalnya komponen (Kahanggi, Mora dan Anak Boru) dan demikian pula sebaliknya. Oleh sebab itulah bila menceritakan atau menuliskan salah satu marga rasanya kurang efisien jika tidak mengikut sertakan marga-marga lainnya. Misalnya bila menceritakan marga  Lubis harus diikutsertakan marga Nasution dan marga Rangkuti, atau bila menceritakan marga Nasution harus diikutsertakan marga Pulungan dan marga Hasibuan serta marga Harahap, demikian pula sebaliknya dan seterusnya.

Dengan menaburkan sedikit sebagai bumbunya cerita tentang adat-istiadat Mandailing “Markoum-Marsisolkot” atau yang selalu disebut dengan adat “Dalihan Natolu” kepada cerita tentang asal-usul marga-marga terebut di atas barangkali rasanya akan lebih sempurna. Misalnya seumpama makanan ketan (pulut) bila dibarengi dengan pisang goring rasanya akan lebih nikmat, miskipun sebenarnya tujuan kita bukanlah hendak makan pisang goring, akan tetapi bila kedua-duanya sekaligus dihidangkan tentu lebih asyik untuk menekuninya.

Kisah asal-usul marga-marga orang Mandailing merupakan suatu keagungan yang mempesona terlebih-lebih bagi keturunannya yang dirangkum dengan adat istiadatnya yang telah menghiasi dan meninggikan derajat masyarakatnya semenjak dari zaman dahulu kala, yakni semenjak dari perkawinan Si Baroar Na Sakti (yang menurunkan marga Nasution) dengan Si Rumondang Bulan Puteri Sutan Pulungan (atau yang menurunkan marga Pulungan) sekitar abad ke XIV.

Untuk mengupayakan kelestariannya baik tentang asal-usul marga-marganya maupun tentang adat-istiadatnya perlu dituliskan sebagai “Parmanoan” atau kenang-kenangan buat keturunannya dan para pembaca yang budiman dengan memperlihatkan sekilas pandang tentang “Sejarah marga-marga yang asli dari tanah Mandailing.

Sumber : Buku "Sejarah Marga-Marga", Oleh Prof. Dr. HARUN RASYID LUBIS (Seorang Guru Besar di Universitas Sumatera Utara)
BERSAMBUNG ……..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar