NAMORA PANDE BOSI
(SILANGKITANG & SIBAITANG)
BAGIAN 4
Bersamaan
dengan upacara tersebut di atas juga Namora Raya sebagai “Kahanggi” dari Sutan
Pulungan, diresmikan pulalah perkawinannya dengan adik perempuan dari Datu
Janggut Parpayung Aji (yang menurunkan marga Rangkuti), oleh sebab itulah mulai
dari saat itu marga Rangkuti menjadi “Mora” pertama dari marga Lubis, dan
sebaliknya marga Lubis adalah menjadi “Anak Boru pertama dari marga Rangkuti. Dengan
demikian dimana yang tadinya kelompok Datu Janggut Marpayung Aji yang terkenal
dengan “orang-orang yang ditakuti” oleh karena kehebatan dari ilmu-ilmu
mistiknya, dengan perkawinan menurut adat-istiadat “Markoum Marsisolkot” maka
hapuslah semua permusuhan dan pertikaian di antara mereka, kemudian berganti
dengan parkaum kerabatan yang saling mengasihi dan bantu membantu. Dan dengan
upacara perkawinan yang bersejarah ini lengkaplah pemakaian adat-istiadat “Markoum
Marsisolkot” yang baru diresmikan oleh seluruh raja-raja Mandailing.
Bila diamati
dengan seksama keagungan dari adat-stiadat Mandailing yang bernama adat “Markoum
Marsisolkot”, ialah karena dapat dijadikan sebagai alat “pemeratu” di
Mandailing. Oleh karena tiga kelompok (marga) sekaligus dapat mengkat ataupun
terikat oleh tali hubungan parkaum kerabatan. Dan dengan terjadinya hubungan
perkawinan di dalam lapisan masyarakat maka akan terjadi pulalah hubungan atau
ikatan tali parkaum-kerabatan di antara lapisan masyarakat tersebut, sehingga
dengan sendirinya akan terjadi pulalah hubungan yang manis yang saling hormat
menghormati dan bantu membantu (gotong royong) diantara setiap individu, oleh karena
terikat dengan peraturan-peraturan yang telah digariskan oleh adat-istiadat
Mandailing “ Markoum Marsisolkot” itu sendiri.
Untuk
menceritakan asal-usul marga-marga orang Mandailing yang asli mempunyai
keunikan tersendiri oleh karena akibat keterkaitannya antara marga yang satu
dengan marga lainnya. Hal ini disebabkan oleh dilemma perkaum-kerabatannya yang
menarik dan dapat menjangkau kesetiap marga-marga yang terdapat di daerah itu. Bahkan
lebih jauh lagi dimana pola mekanisme kehidupan masyarakatnya yang bergerak
hidup dan dapat menjangkau kesetiap individu masyarakat di Mandailing. Oleh karena
posisi fungsional setiap individu dalam menjalankan adat-istiadatnya yang
bersifat tentatif dalam pengertian bahwa posisi seseorang dalam pemeran adat
akan dapat bertukar ditempati oleh orang lain, misalnya komponen (Kahanggi,
Mora dan Anak Boru) dan demikian pula sebaliknya. Oleh sebab itulah bila
menceritakan atau menuliskan salah satu marga rasanya kurang efisien jika tidak
mengikut sertakan marga-marga lainnya. Misalnya bila menceritakan marga Lubis harus diikutsertakan marga Nasution dan
marga Rangkuti, atau bila menceritakan marga Nasution harus diikutsertakan
marga Pulungan dan marga Hasibuan serta marga Harahap, demikian pula sebaliknya
dan seterusnya.
Dengan
menaburkan sedikit sebagai bumbunya cerita tentang adat-istiadat Mandailing “Markoum-Marsisolkot”
atau yang selalu disebut dengan adat “Dalihan Natolu” kepada cerita tentang
asal-usul marga-marga terebut di atas barangkali rasanya akan lebih sempurna. Misalnya
seumpama makanan ketan (pulut) bila dibarengi dengan pisang goring rasanya akan
lebih nikmat, miskipun sebenarnya tujuan kita bukanlah hendak makan pisang goring,
akan tetapi bila kedua-duanya sekaligus dihidangkan tentu lebih asyik untuk
menekuninya.
Kisah
asal-usul marga-marga orang Mandailing merupakan suatu keagungan yang mempesona
terlebih-lebih bagi keturunannya yang dirangkum dengan adat istiadatnya yang
telah menghiasi dan meninggikan derajat masyarakatnya semenjak dari zaman
dahulu kala, yakni semenjak dari perkawinan Si Baroar Na Sakti (yang menurunkan
marga Nasution) dengan Si Rumondang Bulan Puteri Sutan Pulungan (atau yang
menurunkan marga Pulungan) sekitar abad ke XIV.
Untuk
mengupayakan kelestariannya baik tentang asal-usul marga-marganya maupun
tentang adat-istiadatnya perlu dituliskan sebagai “Parmanoan” atau
kenang-kenangan buat keturunannya dan para pembaca yang budiman dengan
memperlihatkan sekilas pandang tentang “Sejarah marga-marga yang asli dari
tanah Mandailing.
Sumber : Buku "Sejarah Marga-Marga", Oleh Prof.
Dr. HARUN RASYID LUBIS (Seorang Guru Besar di Universitas Sumatera Utara)
BERSAMBUNG
……..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar